DATA DETIL
Hutan Pinus dan Harapan Perempuan Adat Matteko

 SULAWESI SELATAN, KAB. GOWA

Nomor Kejadian :  55
Waktu Kejadian :  24-09-2014
Konflik :  hutan
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  2.324,67 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
  • Menteri Pertanian
  • Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan;
  • Bupati Gowa
  • Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa
  • Kepala Kepolisian Resor Gowasian Sektor Tombolopao
  • PT. Adimitra Pinus Utama;
  • PT. Wigas
  • PT. Maju Lurus

KONTEN

Kawasan Adat Matteko merupakan sebuah komunitas masyarakat adat
di Desa Erelembang, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan. Kawasan ini dihuni oleh 77 kepala keluarga, dan berada di atas
ketinggian pegunungan, sekitar 900—1.400 meter di atas permukaan
laut (mdpl). Saya melakukan perjalanan ke sana sebanyak dua kali untuk
melakukan penelitian mengenai Hak Masyarakat Hukum Adat atas
Wilayahnya untuk keperluan Inkuiri Nasional yang diselenggarakan oleh
Sajogyo Institute dan Komnas HAM, dalam rangka untuk
mengimplementasikan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35,
bahwasanya hutan adat sesungguhnya bukanlah hutan negara, dan
hutan adat semestinya dikembalikan kepada komunitas adat yang
bermukim di daerah tersebut. Hingga kini, keputusan MK tersebut
belum dipatuhi oleh sejumlah Pemerintah Daerah di Indonesia.
Jika memasuki Matteko, kita akan dihadapkan pada pemandangan
hamparan hutan pinus yang seakan tanpa ujung. Sebagian besar pohonpohon
itu sudah tua, dengan mangkuk-mangkuk penadah getah

menggantung
di batangnya.
Akses jalan ke
Matteko
sebagian jalan yang

tidak
beraspal.
Di beberapa
bagian, jalan diberi pengerasan
batu-batu
sungai
yang
cukup besar sehingga membuat jalanan menjadi sangat
kasar
dan susah dilalui kendaraan.
Di bagian lain, kita
akan mendapati
jalan
berlumpur.
Kondisi ini membuat tidak ada kendaraan
umum yang

berlalu-lalang
di sana. Hanya
sesekali ada mobil perusahaan yang

masuk
untuk mengangkut getah.
Masyarakat
Matteko
umumnya

menggunakan
sepeda motor
untuk alat transportasi.

Rumah-rumah penduduk di Matteko tidak saling berdekatan. Rumah
yang satu dengan rumah yang lainnya berjarak puluhan meter. Rumahrumah
ini berjejer dengan tidak rapi
di sepanjang jalan, di tepi
hutan

pinus.
Lahan tempat
rumah-rumah itu berdiri,
itulah yang
menjadi hak
milik
warga.
Jika bergeser
beberapa
meter
ke
belakang atau
ke

samping,
itu berarti
mereka
sudah masuk ke
dalam kawasan hutan

pinus
yang
saat ini dikuasai oleh
perusahaan atas
izin dari Dinas
Kehutanan
Kabupaten
Gowa.
Di sanalah saya
bertemu
dengan Ibu
Salmah
dan beberapa
perempuan
lainnya
yang
menyambut
saya
dengan
sangat ramah.
Para perempuan di Matteko sangat aktif dalam setiap kegiatan
komunitas. Tidak ada sekap antara mereka dan kaum laki-laki. Kami
berbincang banyak mengenai aktivitas para Perempuan Adat Matteko, tentang hasil panen, tentang harapan-harapan mereka ke depan jika hak
kelola dikembalikan kepada masyarakat, hingga persoalan bagaimana
mereka memenuhi kebutuhan dapur, dan tentang sejarah Matteko.


Inkuiri Komnas HAM

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--