DATA DETIL
Warga Desa Wadas Tolak Tambang Batu untuk Bendungan Bener

 JAWA TENGAH, KAB. PURWOREJO

Nomor Kejadian :  26-08-2020
Waktu Kejadian :  01-08-2018
Konflik :  PLTA
Status Konflik :  Dalam ProsesMediasi
Sektor :  Bendungan
Sektor Lain  :  Pertambangan
Luas  :  145,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  1.800 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Gubernur Jawa Tengah
  • Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO)
  • Warga Desa Wadas

KONTEN

Proyek Bendungan Bener adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah di tetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018, Desa Wadas di Kecamatan Bener adalah lokasi yang akan dibebaskan lahannya dan dijadikan lokasi pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk tujuan pembangunan Bendungan Bener. Berdasarkan amdal proyek bendungan bener, lahan yang akan dieksploitasi untuk lokasi quarry (bahan material) seluas 145 hektar dan 8,64 hektarnya untuk jalan akses pengambilan material, dalam penyusunan dokumen amdal dan penerbitan izin lingkungan telah menyebabkan warga Desa Wadas tidak mendapatkan informasi mengenai rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan. Masyarakat tidak dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan

Dalam perjalanannya, warga Desa Wadas melalui paguyuban Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) menolak menyerahkan tanahnya untuk dijadikan lokasi per¬tambangan material (quarry) pembangunan Bendungan Bener. Ada beber¬apa alasan kuat yang melatarbelakangi penolakan masyarakat, salah satunya karena selama ini tanah seluas 145 hek¬tar tersebut telah menjadi penopang hidup lebih dari 500 pemilik lahan. Be¬ragam komoditas mulai dari komoditas harian, bulanan, tahunan, hingga kayu-kayu keras telah memberi penghidupan yang layak bagi masyarakat Desa Wadas. Dalam perhitungan ekonomi yang dilakukan oleh Gempa Dewa, ter¬catat tanah subur Desa Wadas mam¬pu menghasilkan lebih dari delapan milyar rupiah setiap tahunnya. Tentu dengan angka ini alam Desa Wadas mampu memberi kesejahteraan kepada warganya

Di samping itu, alasan kuat lainnya adalah masyarakat Desa Wadas tidak dilibatkan dalam proses pembangunan Bendungan Bener. Pada 4 September 2017 permohonan izin lingkungan terbit dan disebarluaskan melalui banner yang dipasang di desa-desa yang terdampak pembangunan Bendungan Bener, yang mana dalam banner tersebut pada intinya meminta saran, pendapat, dan tanggapan dari warga setiap desa yang terdampak, namun permintaan tanggapan tersebut tanpa mencantumkan Desa Wadas sebagai desa terdampak untuk dimintai pendapat. Kemudian, pada 8 Maret 2018 izin lingkungan ter¬bit dan diumumkan, namun secara ajaib Desa Wadas termasuk sebagai salah satu satu desa yang terkena dampak lingkungan. Selain itu, masyarakat Desa Wadas juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan amdal Bendungan Bener. Padahal Dalam Pasal 9 Peratura Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 men¬jelaskan, pemrakarsa dalam menyusun dokumen amdal harus mengikutserta¬kan masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung da¬lam proses penyusunannya.

Padahal keterlibatan masyarakat dalam proses amdal adalah spirit dari peraturan perlindungan dan pengelo¬laan lingkungan hidup di Indonesia saat ini. Lingkungan hidup itu sendiri, sesuai dengan pengertian Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memasukkan unsur manusia dan segala perilakunya. Oleh sebab itu, ma¬nusia sebagai subyek lingkungan hidup memiliki peranan vital yang meliputi hak dan kewajiban maupun berperan serta atas kelangsungan lingkungan hidup. Hak atas informasi lingkungan yang merupakan konsekuensi logis dari dari hak berperan serta masyarakat da¬lam pengelolaan lingkungan hidup.

Pemerintah Jawa Tengah dalam hal ini telah lalai dalam mengeluar¬kan izin lingkungan karena tidak melibatkan warga. Pemerintah pun telah lalai karena tidak menggambarkan secara terang benderang bagaimana dampak yang timbul akibat pengambilan quary tersebut, serta tidak melihat secara obyektif dan mempertimbang¬kan tingkat pendidikan dan kebiasaan masyarakat Desa Wadas, yang pada umumnya sebagai petani dan jauh dari sentuhan internet, dan akses pengeta¬huan mengenai mekanisme di dalam undang-undang, sehingga tidak dapat digeneralisir semua warga mengetahui adanya izin lingkungan dan bagaimana dampaknya bagi warga. Proses penyusunan amdal bendungan bener sebe¬narnya sudah melibatkan akademisi dan institusi perguruan tinggi. Berharap dengan terlibatnya akademisi dan insti¬tusi pendidikan akan memberikan man¬faat dan berpihak kepada kepentingan masyarakat untuk melindungi lahan dan ruang hidup masyarakat. Namun faktanya justru tidak demikian, amdal dijadikan alat sebagai syarat formalitas membenarkan kerusakan lahan dan merampas ruang hidup masyarakat. Sehingga ilmu pengetahuan yang diproduksi di institusi pendidikan justru tidak menyejahterakan masyarakat.

Pemerintah Daerah Jawa Tengah juga tidak taat terhadap peraturan rencana tata ruang wilayah yang di buatnya sendiri. Berdasarkan Pasal 42 Huruf c Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031 dikatakan bahwa Ke¬camatan Bener merupakan kawasan bencana tanah longsor.
Sederhananya, kawasan kecamatan Bener merupakan kawasan lindung (salah satunya kawa¬san rawan bencana). Selain itu, pada Pasal 45 huruf e Perda RTRW Purworejo juga disebutkan bahwa Kecamatan Bener merupakan kawasan rawan ben¬cana kekeringan. Artinya, ketika terjadi penambangan batuan di Desa Wadas yang merupakan area perbukitan, maka potensi kekeringan akan meningkat mengingat perbukitan di Desa Wadas merupakan salah satu area re¬sapan air (Pasal 33 Perda RTRW Ka-bupaten Purworejo) yang menyimpan cadangan air. Masyarakat Desa Wadas dengan tegas menolak penambangan batuan (quarry). Penolakan ini bukan tanpa alasan dan mengada-ada. Per¬bukitan Desa Wadas selain menyim¬pan cadangan air yang melimpah juga merupakan kawasan yang sangat subur dengan beragam komoditas. Komod¬itas hasil bumi Desa Wadas seperti durian, kelapa, kopi robusta, kakao, kemukus, cengkeh, vanili, karet, aren, tanaman umbi-umbian, kayu keras ser¬ta berbagai macam komoditas lainnya, selama ini menjadi penopang hidup mayoritas masyarakat Desa Wadas. Hal serupa pun telah masuk dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Purworejo tepatnya di dalam Pasal 54 dimana kawasan Kecamatan Bener memang diperuntukan untuk kawasan perkebunan berupa: kelapa, cengkeh, kopi robusta, aren, dan kakao. Ber¬dasarkan uraian di atas maka rencana penambangan material di Desa Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener, telah mengabaikan dan melanggar Perda Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031 tepatnya Pasal 42 Huruf c, Pasal 45 huruf e, dan Pasal 54.

Hal-hal di atas seharusnya bisa menjadi pertimbangan pemerintah da¬lam merumuskan dan mengeluarkan suatu kebijakan. Keputusan dalam usaha pembangunan haruslah membuka ruang partisipasi yang adil, agar kepu¬tusan tersebut dapat diuji sejauh mana ia memajukan atau mengurangi kese¬jahteraan masyarakat. Sebagai repre¬sentasi dari rakyat, kebijakan pemerin¬tah seharusnya diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan rakyat sehingga tercipta kesejahteraan.

Update :
Ratusan aparat kepolisian dari Polres Purworejo melakukan tindakan kekerasan terhadap puluhan warga dalam rangka pengawalan rencana sosialisasi pemasangan patok. Akibat kekerasan dan penangkapan tersebut, puluhan warga mengalami luka-luka. Selain itu, 12 orang ditangkap, termasuk 2 orang pengabdi bantuan hukum LBH Yogyakarta. Pasca tragedi tersebut, warga melaporkan Kapolres Purworejo ke Polda Jawa Tengah. Namun hingga saat ini, belum ada upaya serius dari Polda Jawa Tengah untuk menindak tegas tindakan represif dan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan Polres Purworejo. tim pelaksana pengadaan tanah dari Kantor Pertanahan Purworejo dengan pengawalan personel kepolisian melakukan upaya pengukuran dan penghitungan tanam tumbuh (tumbuhan) secara ilegal di tanah warga. Upaya ini terus mengalami kegagalan. Hingga saat ini warga masih terus berjaga dengan mendirikan pos-pos penjagaan di kebun untuk menggagalkan rencana pengukuran dan penghitungan tanam tumbuh di tanah mereka. Perpanjangan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bendungan Bener yang terbit pada tanggal 5 Juni 2020 untuk jangka waktu satu tahun, telah habis masa berlakunya pada tanggal 5 Juni 2021. Setelah habis, tanggal 7 Juni 2021, Gubernur Jawa Tengah kembali menerbitkan Pembaruan Izin Penetapan Lokasi Bendungan Bener Nomor 590/20 Tahun 2021 untuk jangka waktu 2 (dua) tahun tanpa pelibatan dan pemberitahuan kepada warga. Sejatinya diksi “Pembaruan” tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. UU Pengadaan Tanah mengamanatkan untuk melakukan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaannya mulai dari tahap perencanaan. Namun secara melawan hukum dan tanpa merujuk pada peraturan perundang undangan, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan Pembaruan IPL untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. warga Wadas bersama Koalisi Advokat Untuk Gempa Dewa menggugat Gubernur Jawa Tengah terkait penerbitan SK No. 590/20 Tahun 2021 (Pembaruan IPL Bendungan Bener). Warga dan Koalisi Advokat menilai bahwa terdapat penyelundupan hukum dalam proses penerbitan “Pembaruan” IPL Bendungan Bener. Namun sayang, tanggal 30 Agustus 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang menolak gugatan warga. Dalam kurun waktu Juli sampai Agustus, enam orang warga Wadas dipanggil pihak Polres Purworejo untuk dimintai keterangan terkait dugaan pengancaman. Alasan pemanggilan terkesan dibuat buat. Pertama, pada tanggal 26 Juli 2021, tiga orang dipanggil pihak kepolisian karena pada saat menghadang pengukuran di kebun, warga membawa senjata tajam. Padahal umum diketahui bahwa warga selalu membawa senjata tajam ketika melakukan aktivitas di kebun. Kedua, tanggal 4 Agustus 2021, tiga warga lainnya dipanggil pihak kepolisian. Ketiga warga ini dianggap melakukan pengancaman ketika mengusir warga desa lain yang mencoba mengukur tanah warga. Tanggal 14 September 2021, atas dasar ditolaknya gugatan warga oleh PTUN Semarang, tanggal 14 September 2021, warga bersama Koalisi Advokat mengajukan Permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Namun lagi-lagi upaya hukum warga belum berakhir manis. Tanggal 29 November 2021, Permohonan Kasasi warga ditolak oleh Mahkamah Agung. Sejak tanggal 20 September 2021, pihak kepolisian dengan menenteng senjata lengkap hampir setiap hari melakukan teror terhadap warga. Dalihnya bervariasi, mulai dari patroli, membagikan masker, membagikan sembako, sampai dalih silaturahmi ke rumah warga. Tindakan teror dan intimidasi ini membangkitkan kembali trauma warga, terutama ibu-ibu dan anak-anak. Sebab warga pernah mengalami tindak kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh ratusan aparat kepolisian pada tanggal 23 April 2021 silam. Kejahatan demi kejahatan yang dilakukan oleh negara sepanjang tahun 2021 sama sekali tidak menyurutkan semangat warga Wadas dalam memperjuangkan kelestarian ruang hidupnya. Warga menyadari bahwa kekuatan yang mereka miliki memang tidak sebanding dengan ketidakadilan yang ada. Tapi satu hal yang pasti, mereka sudah berjuang, dan Tuhan tidak akan mengkhianati perjuangan mereka


Catahu 2019 LBH Yogyakarta - https://www.kpa.or.id/publikasi/view/bara-konflik-agraria-ptpn-tak-tersentuh-kriminalisasi-petani-meningkat_2a38a4a9316c49e5a833517c45d31070 - https://jatengprov.go.id/publik/233-warga-pemilik-lahan-wadas-terima-ganti-untung-total-rp335-miliar/

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--