DATA DETIL
Masyarakat Adat Tobelo Dalam Vs Taman Nasional Aketajawe Lolobata

 MALUKU UTARA, KAB. HALMAHERA TIMUR

Nomor Kejadian :  6d08r
Waktu Kejadian :  09-05-2017
Konflik :  Taman Nasional
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Hutan Konservasi
Sektor Lain  :  Pertambangan
Luas  :  10.400,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  132 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
  • Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)
  • Gubernur Maluku Utara
  • Bupati Halmahera Timur
  • Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku Utara
  • Kepala Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata
  • Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan VI
  • PT Roda Nusantara (tambang)
  • PT Indo Bumi Nikel (tambang)
  • Masyarakat Adat Dodaga

KONTEN

Suku Tobelo Dalam mengidentifikasi diri mereka sebagai O Hongana Manyawa (Orang Hutan). Sejarah masa lalu mereka mulai dari hutan sebelum di resetlement oleh pemerintah. Walau sudah di resetlement, kehidupan sehari-hari mereka bergantung pada hutan mulai dari kegiatan ekonomi dan sosial. Dalam pandangan kosmologi mereka, hutan adat dipercaya sebagai rumah pada leluhur, sehingga dilarang keras untuk melakukan kegiatan yang merusak hutan tersebut. Pada masa lalu, setiap ada anggota keluarga yang meninggal dunia, wajib bagi mereka untuk menanam 1 batang pohon. Dari data pemetaan partisipatif, luas wilayah adat Tobelo Dalam Dodaga sebesar 26,482,21 hektare. Taman Nasional Blok Lolobata menguasai hutan adat sebesar 2680,85 hektar, sementara pemerintah juga menetapakan hutan adat tersebut menjadi Hutan Lindung seluas 5951,643 hektare, Hutan Produksi Terbatas seluas 8914,23 hektar, Hutan Produksi Tetap 1657,31 hektar, dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) seluas 139,697 hektare. Belum juga termasuk luas Areal Penggunaan Lain (APL) berupa persawahan 2184,94 hektar dan Pemukiman Transmigrasi 311,51 hektar. kini telah beralih fungsi menjadi sebuah taman
nasional, yang masih dikapling menjadi kawasan hutan, wilayah transmigrasi
hingga area tambang bagi pendatang. Selain ditetapkan status kawasannya, pemerintah juga mengeluarkan izin kepada perusahan tambang PT Indo Bumi Nikel untuk melakukan kegiatan pertambangan diatas wilayah adat Tobelo Dalam Dodaga. Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat tanpa melalui proses yang adil dan tidak perna melibatkan masyarakat adat dalam proses perumusannya. Sehingga para masyarakat hukum adat Tobelo
Dalam kerap mengalami perlakuan diskriminatif, khususnya para perempuan
yang tidak mendapatkan perlindungan dari kebijakan timpang tersebut. Padahal diketahui bahwa perempuan Tobelo Dalam merupakan
tulang punggung keluarga. Jika para suami pergi mencari hasil hutan, maka
perempuanlah yang harus menyediakan sumber pangan bagi keluarganya.
Jamaknya mereka akan berkebun dan mencari sayur di hutan. Hasil kebun akan
mereka jual di Pasar Subaim tak jauh dari desa mereka, dan sebagian disimpan
untuk kebutuhan sehari-hari mengingat lamanya waktu perjalanan para suami
mereka untuk berburu di hutan. Masyarakat hukum adat Tobelo Dalam yang
berdiam di Dodaga, Maluku telah menjalani ritme hidup ini sejak lama. Sayursayuran
yang mereka tanam di hutan biasanya akan dibagi menjadi tanaman
bulanan dan tanaman tahunan. Jenisnya seperti ibu kayu, talas, pisang dan lainlainnya.
Sebagian lelaki menanam tanaman tahunan seperti kelapa. Diskriminasi
kerap terjadi ketika perempuan Tobelo Dalam akan melangsungkan transaksi
jual di pasar dari hasil panen yang mereka lakukan. Diketahui bahwa pada
tahun 2013, satu perusahaan tambang swasta PT Indo Bumi Nikel telah
menguasai 10,400 hektare tempat di mana adat Tobelo Dalam bermukim
dengan 44 kepala keluarga yang harus diungsikan akibat tanah adat telah
dikuasai oleh perusahaan dan kawasan hutan nasional.


Inkuiri Nasional Komnas HAM, Kontras

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--