DATA DETIL
Konflik Masyarakat Adat Golat Naibaho-Siagian dengan Pemerintah Kabupaten Simosir dan KLHK

 SUMATERA UTARA, KAB. SAMOSIR

Nomor Kejadian :  24_IM
Waktu Kejadian :  01-04-2017
Konflik :  Hutan Lindung
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Hutan Lindung
Sektor Lain  :  
Luas  :  0,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Pemerintahan Kabupaten Simosir
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  • Masyarakat Adat Golat Naibaho-Siagian

KONTEN

Wilayah Adat Golat Naibaho-Siagian yang terdiri dari Golat Barat dan Golat Jongong merupakan bagian dari Bius Si Tolu Hae Horbo (Simbolon, Naibaho dan Sitanggang). Berada di wilayah administrasi Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Namun, sebagian wilayah adat tersebut telah diklaim secara sepihak oleh pemerintahan Kabupaten Simorir dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai kawasan Hutan Lindung.

Kasus pengklaiman wilayah adat oleh pemerintah Kebupaten Simosisr dan KLHK ini diawali dengan adanya program Kehutanan untuk menanam serai di Desa Sijambur yang dilakukan oleh masyarakat pada April 2007. Kegiatan ini kemudian mendapatkan penolakan oleh Bupati Samosir yang bekerjasama dengan Polres Samosir. Dari kejadian ini masyarakat baru mengetahui bahwa status wilayah adat diklaim sepihak oleh Negara sebagai Hutan Lindung. Di April 2017 Bupati Samosir melakukan sosialisasi mengenai kebakaran hutan dan masyarakat berkeberatan mengenai status wilayah adat yang diklaim sepihak oleh Negara. Tanggal 2-4 Juni 2017, UPT kehutanan melakukan pengukuran, masyarakat tidak mengetahui tujuan kegiatan ini dan pengukuran ini tidak melibatkan masyarakat umum di Sijambur

Sejarah Kepemilikan Tanah Adat Golat Naibaho-Siagian
Masyarakat adat di Golat Naibaho merupakan masyarakat adat yang masih menjalankan dan mengedepankan hukum adat, seperti dalam pengelolaan lahan dan tombak (hutan adat), penyelesaian konflik, dan dalam pelaksanaan upacara atau ritual-ritual adat. Silsilah juga masih dipahami atau diketahui sampai dengan saat ini.

Berangkat dari sejarah, bahwa wilayah Bius Sitolu Hae Horbo yang berada di Samosir menguasai wilayah dari pinggir danau di Pangururan hingga ke Sijambur di Ronggur Nihuta. Guru Ni Ujur Naibaho yang merupakan turunana kedua dari Oppung Ganjang Namora Naibaho Siagian dari Lumban Siagian (Pangururan), kerap mengembalakan kerbau di Dakka Tua. Ditempat ini tumbuh daun keladi yang tanpa ditanam. Ia mengambil buahnya dan dibawa pulang ke Pangururan. Ia menerangkan pada orang tuannya bahwa keladi ini tumbuh di rawa sekitar sungai (jambur binanga). Sejak saat itu tempat pengembalaan kerbau itu bernama Sijambur. Akibat berkembangnya keturunan di Pangururan, Guru Ni Ujur ditunjuk oleh Silima Oppu (Siahaan, Sitakarain, Huta Parik, Sidauruk, Siagian) agar Guru Ni Ujur untuk pindah ke Sijambur.

“Tataring olatolat hudon panjaean, nga pulik paradatan be bius Sijambur” sejak itu Naibaho dengan hula-hulanya yakni Simbolon dan Sitanggang bersama-sama manosor ke Sijambur mengukuhkan parbiusan Sitolu Hae Horbo di Sijambur. Tanda harajaon ke tiga marga ini adalah masing-masing memiliki golat/tanah yang bernama golat jongjong dan golat barat
Sebagai salah satu marga yang baru saja manjae, Guru Ni Ujur Naibaho membuka perkampungan di Lumban Naibaho. Huta yang baru dibuka ini memiliki mual yang bernama Aek Tumpak yang menjadi tempat mandinya dan Aek Parongit yang menjadi tempat pemandian bersama.

“Hula hula di jabu, boru di balian”, marga Naibaho yang membawa serta hulahulanya marga Simbolon Sirimbang menjadi boru tano, kemudian memberikan hak untuk mengelola di golat Naibaho kepada Simbolon Sirimbang.

Adapun di Sijambur tempat-tempat pemukiman yang sudah dirajahon yakni : Lumban Puki, Sibuntuon, Lumban Siagian, Lumban Buntu, Lumban Timbul, Lumban Pande untuk boru Simbolon, Lumban Sirimbang, Lumban Tonga tonga, Lumban Siahaan. Bahkan hingga kini masih terdapat pemukiman yang sudah dirajai yakni Tapian Nauli, Pearaon/Sibatubatu. TEmpat persawahan di Golat Naibaho bernama Galung Bolak, Simardais, Sipoga, Pearongit, Raup. Sedangkan tempat perladangan berada di Paremean, Silapakora, Nahornop, Limutlimut dan Parsituduan.

Fungsi Wilayah Adat bagi Masyarakat Adat Golat Naibaho-Siagian

Fungsi Ekonomi
Dahulu masyarakat hidup dengan bertani padi ladang. Pertanian ini berpindah-pindah karena diyakini setelah tujuh tahun maka penghasilan dari padi ladang akan berkurang sehingga mereka harus berpindah tempat. Tempat yang ditinggalkan itu akan menjadi parjampalan. Selain itu masyarakat juga menanam tembakau dan sayuran di Simanjomput dan Sibuntuon yang dijual ke pasar di Pangururan.

Fungsi Sosial
Tiap tahun harajaon dari marga-marga ditandai dengan petunjuk di ladang. Jika yang ditemukan burung berarti tahun itu merupakan tahun harajaon Naibaho, jika yang ditemukan adalah katak maka tahun itu merupakan harajaon Sitanggang, lalu jika yang ditemukan ular maka tahun itu merupakan kerajaan Simbolon.
Bius yang berasal dari marga Naibaho, Simbolon dan Sitanggang selalu bertemu untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan Bius Sitoluhaehorbo di tempat yang bernama Toguan di Lumban Naibaho. Tiap marga memiliki pemerintahannya sendiri. Marga Naibaho memiliki seorang Raja jolo yang marpande ke Pande Natolu, Raja Hoda marpandetu pande hoda, Raja Doli marpandeturdoli, serta mengangkar pangulu sebagai penganyom masyarakat.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan masyarakat di golat Naibaho.
1.Mangasease, adalah tradisi untuk mengambil hati parmahan habonaran (penggembala yang berusia dibawah 12 tahun) dan pengisi ladang. Melalui Pande, orang tua membawa makanaan kepada pengembala yang terdiri dari ikan porapora beserta pohul-pohul. Harapannya adalah agar “sinur pinahan, gabe na niula:. yang dibentuk
2.Martabartabar, adalah tradisi yang dilakukan saat terjadi wabah penyakit seperti kolera atau campak. Bius yang menginisiasi dengan melakukan tradisi martabartabar. Saat wabah terjadi mereka akan memotong kambing putih dan kulitnya digantung diatas pintu.
3.Mangarsak Lambe, adalah tradisi untuk menghalau musibah, seperti penyakit yang tak sembuh-sembuh. Mereka akan datang ke Pakirapan dengan membawa 3 ekor ayam yang berwarna merah, putih dan hitam serta membawa itak putih dan sagu-sagu dan berdoa disana.

Fungsi Theologi
Dari pengururan Sisingamangaraja ke-12 naik untuk bertemu dengan Bius Sitolu Hae Horbo untuk menerapkan paradatan batak di Sijambur. Lalu, ia beristirahat di padang/robean, karena kehausan ia memukulkan tongkat ke batu sehingga mengeluarkan air yang dapat diminum. Hingga kini, masyarakat menyebut tempat itu sebagai aek batu dan masih mensakralkan tempat itu.


Fungsi Ekologi
Tombak yang berada di bius Sitolu Hae Horbo telah ditunjuk sebagai tombak raja, untuk menahan air agar tidak kekeringan. Air ini mengalir melalui Sampuran Sibalhap yang mengalir ke Sijambur, Tomok dan Ambarita. Oleh karena itu tombak ini disakralkan oleh masyarakat.


BRWA

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--