DATA DETIL
Hutan Dayak Kayaan Mendalam dirusak perusahaan HTI

 KALIMANTAN BARAT, KAB. KAPUAS HULU

Nomor Kejadian :  82_AMAN-FWI_Himas
Waktu Kejadian :  26-09-1999
Konflik :  hutan
Status Konflik :  Dalam Proses
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  16,8 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup
  • PT. Lembah Jati Mutiara (LJM)
  • Dayak Kayaan Medalaam

KONTEN

Menurut Abun dan keterangan beberapa penduduk kampung, PT. LJM yang beroperasi sejak tahun 1994 telah menipu penduduk. Orang Kayaan tidak pernah merasa menyerahkan tanah pada PT. LJM untuk dijadikan HTI. Yang ada hanya sekelompok orang Kayaan yang menganggap dirinya sebagai tokoh masyarakat telah melakukan perjanjian penyerahan lahan pada PT. LJM tanggal 4 Agustus 1994 di Putusibau. Tentu saja masyarakat termasuk Huvaat keberatan atas kesepakatan tersebut. Tapi rupanya PT. LJM yang menanami jenis pohon Gmelina Arborea di hutan mereka seperti tak kehilangan akal. Perusahaan yang beroperasi dengan ijin Menteri Kehutanan No: HP/KPTS-II/92 tanggal 21 Februari 1992 itu mengeluarkan jurus baru. Masyarakat dijanjikan kesejahteraan jika menerima HTI. Janji-janji diobral. Bahwa akan terjadi peningkatan pendapatan dan peningkatan taraf hidup. Sebagian penduduk rupanya terpesona oleh janji gemerlap itu. Betapa tidak, setiap pekerja yang ikut serta dalam proses pembersihan lahan dijanjikan mendapatkan upah Rp. 300.000,- per hektar. Jumlah ini tentu saja sangat besar bagi orang kampung. Tapi jangankan mendapatkan uang banyak, dengan berbagai dalih, penduduk yang bekerja malah hanya mendapatkan upah Rp. 50.000 untuk setiap hektar lahan yang dikerjakannya. Penderitaan penduduk semakin bertambah, ketika perusahaan melakukan pembersihan lahan dengan cara semberono. Akibatnya terjadi kebakaran hutan di wilayah Busaang Umaa dan sekitarnya. Karena tak sabar dengan perilaku PT. LJM, Masyarakat adat kemudian mengadili perusahaan dan mengenakan hukum adat atas kelalaian itu. Tapi seperti angin lalu, PT. LJM hanya menganggap sepi hukum adat ini. Bahkan keadaan malah berbalik. Entah bagaimana, justru masyarakat yang dipersalahkan atas terjadinya kebakaran hutan. Huvaat mendengar malah masyarakat lah yang dikenai hukum adat oleh perusahaan dan pemerintah. Tentu saja ini membuat kesal penduduk mereka mulai berhati-hati terhadap tindak-tanduk perusahaan. Nafsu PT. LJM untuk mencaplok lebih banyak tanah semakin menjadi-jadi. Pada awal September 1999, mereka mengundang masyarakat adat untuk mensosialisasikan perluasan lahan PT. LJM. Kapok dengan penipuan yang dilakukan oleh LJM, Masyarakat adat menolak rencana ini. Tanggal 26 September 1999 mereka membuat surat pernyataan menolak kehadiran PT. LJM. Menurut para mahasiswa perluasan lahan hanyalah topeng untuk mengambil kayu-kayu yang ada di hutan Medalaam. Meski surat pernyataan penolakan telah dikirim pada Kepala Dinas kehutanan, DPRD, Kapolsek, Danramil, dan Muspika, rupanya PT. LJM tak bergeming. Mereka memakai cara lain. PT. LJM kemudian menghubungi para pejabat tersebut dan mengajak mereka bekerja sama untuk melancarkan proyeknya.


Erma S. Ranik

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--