Konflik PT. Boswa Megalo Polis VS Masyrakat Desa Curek
ACEH, KAB. ACEH JAYA
Nomor Kejadian
:
IM_HUMA_01
Waktu Kejadian
:
08-12-1995
Konflik
:
Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik
:
Belum Ditangani
Sektor
:
Perkebunan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
0,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya
- PT. Boswa Megalo Polis
- Masyrakat Desa Curek
KONTEN
Perusahaan yang bernama PT. Boswa Megalo Polis telah lama mendapat izin di daerah Provinsi Aceh, yaitu pada Tahun 1995. Berhubung Aceh tidak kondusif sehingga perusahaan ini tidak aktif. Setelah GAM ( gerakan Aceh Merdeka) dan Pemerintah Republik Indonesia menanda tangani MoU Helsinki pada tahun 2005 maka Provinsi Aceh secara perlahan-lahan kondusif dan keamanan dapat dikendalikan. PT. Boswa Megalo Polis yang telah memegang izin di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Jaya mulai beroperasi lagi : Pertama : PT. Boswa Megalo Polis menggarap Kebun Kelapa Sawit Di Desa Curek Kecamatan Krueng Sabe Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh Negara Indinesia dan Sekitarnya dengan dasar Izin HGU yang perusahaan tersebut kantongi. Sehingga Masyarakat Gampong / Desa Curek Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh memprotes keberadaan PT.Boswa Megalo Polis tersebut karena sumber Air yang terdapat di Gampong ( Desa) Curek yaitu Sungai Curek telah di cemari oleh PT tersebut sehingga bagi masyarakat sulit mendapat air bersih karena dialiri oleh tanah liat dan oli bekas ke dalam sungai tersebut.
Dan juga Geutjik ( Kepala Desa ) disini sebagai pemangku adat di Gampong Curek bersama masyarakat melarang memotong kayu di pinggir sungai Gampong Curek sejauh 200 Meter dari bibir sungai sepanjang pucuk sungai tersebut. Untuk kepentingan sumber mata air supaya sungai tidak mongering dan tetap jernih karena masyarakat mempergunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dan juga masyarakat sebelum datang PT. tersebut mempergunakan air itu untuk mandi dan air minum. Tetapi PT. Boswa Megalo Polis tidak mematuhi hukum Adat tersebut karena merasa wilayah tersebut sudah ada izin dari Negara. Kedua : PT. Boswa Megalo Polis memotong Tanaman dikebun Masyarakat yaitu Batang Durian, Batang Kopi, Batang Manggis dan banyak tanaman lain yang di tanam oleh Masyarakat sebelum ada izin yang dikantongi oleh PT. Boswa Megalo Polis, Menurut keterangan Masyarakat Kebun tersebut sudah turun temurun dengan nenek Masyarakat yang masih hidup sekarang sudah duluan ada kebun tersebut. Tetapi PT. Boswa Megalo Polis meng claim bahwa Tanah tersebut milik dia, sehingga masyarakat mengambil inisiatif untuk mempertahan kan hartanya dengan cara mereka menjaga bergiliran di kebun tersebut untuk menghalau pekerja yang memakai alat berat Beco dan shinsow. Ketiga : PT Boswa Megalo Polis memasang patok besi dan semen dikawasan yang di klaim sebagai lahan dia, sehingga patok tersebut juga di protes oleh masyarakat karena Gampong Gle Putoeh Kemukiman Panga Pasi ( dampingan JKMA- Aceh Jayasekarang ) Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh lebih separuh Gampong tersebut sudah dalam patok PT. Boswa Megalo Polis. Setelah beberapa kejadian diatas yang di lakukan oleh Perusahaan tersebut sehingga kemarahan masyarakat memuncak dengan spontan mereka mengambil sikap untuk mengepung Camp PT Megalo Polis yang sedang beroperasi di gampong Pucok Curek, untuk mengusir keberadaan Perusahaan tersebut. Tetapi menurut informasi dari masyarakat entah bagaimana scenario dari perusahaan sehingga di saat mereka datang untuk menjumpai pemimpin PT. tersebut di lapangan , saat masyarakat masuk ke dalam Camp tersebut terjadi kebakaran seperti sudah duluan disiram dengan Minyak. Akhirnya Pemerintah (PEMDA Kabupaten Aceh Jaya) setempat bersama masyarakat dan perusahaan duduk untuk bermusyawarah tetapi sampai sekarang masih belum ada keputusan hukum yang konkrit. Sehingga manyarakat merasa dirugikan pertama sumber air telah terganggu dan kedua saat masyarakat mau membuat sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional tidak mau menanda tangani karena masih dalam izin HGU PT. Megalo Polis. Ketiga hilang Hutan ulayat (adat).
Data Humawin
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
ACEH, KAB. ACEH JAYA
Nomor Kejadian | : | IM_HUMA_01 |
Waktu Kejadian | : | 08-12-1995 |
Konflik | : | Perkebunan Kelapa Sawit |
Status Konflik | : | Belum Ditangani |
Sektor | : | Perkebunan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 0,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya
- PT. Boswa Megalo Polis
- Masyrakat Desa Curek
KONTEN
Perusahaan yang bernama PT. Boswa Megalo Polis telah lama mendapat izin di daerah Provinsi Aceh, yaitu pada Tahun 1995. Berhubung Aceh tidak kondusif sehingga perusahaan ini tidak aktif. Setelah GAM ( gerakan Aceh Merdeka) dan Pemerintah Republik Indonesia menanda tangani MoU Helsinki pada tahun 2005 maka Provinsi Aceh secara perlahan-lahan kondusif dan keamanan dapat dikendalikan. PT. Boswa Megalo Polis yang telah memegang izin di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Jaya mulai beroperasi lagi : Pertama : PT. Boswa Megalo Polis menggarap Kebun Kelapa Sawit Di Desa Curek Kecamatan Krueng Sabe Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh Negara Indinesia dan Sekitarnya dengan dasar Izin HGU yang perusahaan tersebut kantongi. Sehingga Masyarakat Gampong / Desa Curek Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh memprotes keberadaan PT.Boswa Megalo Polis tersebut karena sumber Air yang terdapat di Gampong ( Desa) Curek yaitu Sungai Curek telah di cemari oleh PT tersebut sehingga bagi masyarakat sulit mendapat air bersih karena dialiri oleh tanah liat dan oli bekas ke dalam sungai tersebut.
Dan juga Geutjik ( Kepala Desa ) disini sebagai pemangku adat di Gampong Curek bersama masyarakat melarang memotong kayu di pinggir sungai Gampong Curek sejauh 200 Meter dari bibir sungai sepanjang pucuk sungai tersebut. Untuk kepentingan sumber mata air supaya sungai tidak mongering dan tetap jernih karena masyarakat mempergunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dan juga masyarakat sebelum datang PT. tersebut mempergunakan air itu untuk mandi dan air minum. Tetapi PT. Boswa Megalo Polis tidak mematuhi hukum Adat tersebut karena merasa wilayah tersebut sudah ada izin dari Negara. Kedua : PT. Boswa Megalo Polis memotong Tanaman dikebun Masyarakat yaitu Batang Durian, Batang Kopi, Batang Manggis dan banyak tanaman lain yang di tanam oleh Masyarakat sebelum ada izin yang dikantongi oleh PT. Boswa Megalo Polis, Menurut keterangan Masyarakat Kebun tersebut sudah turun temurun dengan nenek Masyarakat yang masih hidup sekarang sudah duluan ada kebun tersebut. Tetapi PT. Boswa Megalo Polis meng claim bahwa Tanah tersebut milik dia, sehingga masyarakat mengambil inisiatif untuk mempertahan kan hartanya dengan cara mereka menjaga bergiliran di kebun tersebut untuk menghalau pekerja yang memakai alat berat Beco dan shinsow. Ketiga : PT Boswa Megalo Polis memasang patok besi dan semen dikawasan yang di klaim sebagai lahan dia, sehingga patok tersebut juga di protes oleh masyarakat karena Gampong Gle Putoeh Kemukiman Panga Pasi ( dampingan JKMA- Aceh Jayasekarang ) Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh lebih separuh Gampong tersebut sudah dalam patok PT. Boswa Megalo Polis. Setelah beberapa kejadian diatas yang di lakukan oleh Perusahaan tersebut sehingga kemarahan masyarakat memuncak dengan spontan mereka mengambil sikap untuk mengepung Camp PT Megalo Polis yang sedang beroperasi di gampong Pucok Curek, untuk mengusir keberadaan Perusahaan tersebut. Tetapi menurut informasi dari masyarakat entah bagaimana scenario dari perusahaan sehingga di saat mereka datang untuk menjumpai pemimpin PT. tersebut di lapangan , saat masyarakat masuk ke dalam Camp tersebut terjadi kebakaran seperti sudah duluan disiram dengan Minyak. Akhirnya Pemerintah (PEMDA Kabupaten Aceh Jaya) setempat bersama masyarakat dan perusahaan duduk untuk bermusyawarah tetapi sampai sekarang masih belum ada keputusan hukum yang konkrit. Sehingga manyarakat merasa dirugikan pertama sumber air telah terganggu dan kedua saat masyarakat mau membuat sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional tidak mau menanda tangani karena masih dalam izin HGU PT. Megalo Polis. Ketiga hilang Hutan ulayat (adat).
Data Humawin
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |