Klaim Sepihak Wilayah Adat Masyarakat adat Sigapiton oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
SUMATERA UTARA, KAB. TOBA SAMOSIR
Nomor Kejadian
:
26_IM
Waktu Kejadian
:
01-02-2018
Konflik
:
Hutan Lindung
Status Konflik
:
Dalam ProsesMediasi
Sektor
:
Hutan Lindung
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
920,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
446 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
KONTEN
Masyarakat adat Bius Raja Naopat Sigapition dengan wilayah adat Singapotin yang luasanya 920 Ha dan jumlah penduduk 446 jiwa (124 KK). Mereka berada di wilayah adminstratif Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir Sumatera Utara dan Wilayah adat tersebut diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan ditetapkan menjadi Hutan Lindung
Pada tahun 1957 Bius Butar-Butar menyerahkan tanah Talpe Sileang-leang kepada Dinas Kehutanan untuk dijadikan lahan reboisasi dan mulailah ditanami pinus. Tahun 2016, pemerintahan pusat mengeluarkan Perpes No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Otoritas Danau Toba. Isi Perpes tersebut bahwa lokasi Talpe Sileang-leang akan menjadi tempat pengembangan wisata Danau Toba. Inilah yang mendasari Marga butar-butar menuntut kembali supaya tanah tersebut dikembalikan kepada butar-butar karena diperjanjian tahun 1957 tanah tersebut hanya diperuntukan dalam program penghijauan, bukan untuk Badan Otorita.
Awal tahun 2017, masyarakat Sigapiton mendengar informasi bahwa sebagian wilayah adat mereka masuk kedalam Kawasan hutan Negara dan sebagian telah dimasukkan kedalam peta lampiran Perpes No. 49 Tahun 2016. Masyarakat mempertanyakan kepada Kantor Kehutanan tentang status wilayah adat mereka, tapi menurut Kehutanan wilayah adat Sigapiton hanya 81 hektar yang terdiri dari pemukiman dan sawah. Sedangkan perladangan dan tombak merupakan kawasan Hutan Negara. Hal inilah yang membuat masyarakat Sigapiton cemas dan menyatakan penolakan terhadap status ini.
Upaya untuk memastikan status wilayah adatnya kemudian pada 24 Februari 2018, masyarakat mempertanyakan soal status kawasan hutan Negara kepada Kepala Desa Sigapiton. Karena menurut informasi yang mereka dengar bahwa Kepala Desa sudah menandatangani batas wilayah adat dengan kawasan hutan negara. Tindakan kepala desa memicu kemarahan Bius Raja Naopat. Namun oleh Kepala Desa beralasan bahwa dia hanya menandatangi kertas kosong. Tidak tahu bahwa tandatangan tersebut merupakan persetujuan penetapan batas Kawasan Hutan.
Penolakan atas penetapan status wilayah adatnya menjadi Hutan Negara dilakukan dengan berbagai tindakan antara lain masyarakat mengirimkan surat keberatan kepada kepada pihak Kehutanan, Bupati Toba Samosir dan Pimpinan DPRD terkait penetapan wilayah adat mereka sebagai kawasan hutan negara. Pada 16 Maret 2018 untuk menindaklanjuti keberatan masyarakat adat raja Naopat, pihak DPRD Tobasa khususnya Komisi A, telah melakukan kunjungan ke Sigapiton dan DPRD meminta masyarakat agar memperjelas tata batas dengan desa-desa tetangga atau wilayah adat sekitarnya. Dan pada 19 Maret 2018, bertempat di KSPPM, perwakilan marga Raja Naopat dan Hinela telah menyampaikan secara langsung keberatan dan permohonan pelepasan wilayah adat mereka dari Kawasan Hutan.
Masyarakat adat Bius Raja Naopat terdiri dari empat marga Raja yang diakui sejak dahulu, yakini Marga Manurung, Marga Sirait, Marga Butar - Butar dan Marga Nadapdap dan nenek moyang ke-empat marga tersebut bersal dari Desa Sibisa serta menamakan desa tempat tinggal mereka dengan nama Singapiton, nama tersebut mempunyai sejarah karena terjepit daintara dua bukit serta dalam memenuhi kebutuhan sehari - hari nenk moyang mereka bercocok tanam dan berburu.
Ke-empat Nenek moyang mereka menamkan dirinya sebagai : Raja Naopat†yang mempunyai keturunan dan mempunyai hela (menantu), Raja Bius Desa Singapiton mempunyai 8 generasi sampai saat ini serta ke-empat marga tersebut memiliki lokasi persawahan masing - masing yang disebut Golat, adapun nama - nama Golat tersebut adalah:
1.Golat Panjang milik Marga Nadapdap
2.Golat Butar milik Marga Butarbutar
3.Golat Sibuntuon milik Maega Manurung
4.Golat Sosor Baringin milik Marga Sirait
Lokasi Golat masing - masing marga ini telah dikuasai oleh keturunan masing - masing hingga saat ini, di desa Singapiton untuk sekarang pada umumnya mata pencarian masyrakat bercocok tanam padi sawah dan palawija.
BRWA
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SUMATERA UTARA, KAB. TOBA SAMOSIR
Nomor Kejadian | : | 26_IM |
Waktu Kejadian | : | 01-02-2018 |
Konflik | : | Hutan Lindung |
Status Konflik | : | Dalam ProsesMediasi |
Sektor | : | Hutan Lindung |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 920,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 446 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
KONTEN
Masyarakat adat Bius Raja Naopat Sigapition dengan wilayah adat Singapotin yang luasanya 920 Ha dan jumlah penduduk 446 jiwa (124 KK). Mereka berada di wilayah adminstratif Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir Sumatera Utara dan Wilayah adat tersebut diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan ditetapkan menjadi Hutan Lindung
Pada tahun 1957 Bius Butar-Butar menyerahkan tanah Talpe Sileang-leang kepada Dinas Kehutanan untuk dijadikan lahan reboisasi dan mulailah ditanami pinus. Tahun 2016, pemerintahan pusat mengeluarkan Perpes No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Otoritas Danau Toba. Isi Perpes tersebut bahwa lokasi Talpe Sileang-leang akan menjadi tempat pengembangan wisata Danau Toba. Inilah yang mendasari Marga butar-butar menuntut kembali supaya tanah tersebut dikembalikan kepada butar-butar karena diperjanjian tahun 1957 tanah tersebut hanya diperuntukan dalam program penghijauan, bukan untuk Badan Otorita.
Awal tahun 2017, masyarakat Sigapiton mendengar informasi bahwa sebagian wilayah adat mereka masuk kedalam Kawasan hutan Negara dan sebagian telah dimasukkan kedalam peta lampiran Perpes No. 49 Tahun 2016. Masyarakat mempertanyakan kepada Kantor Kehutanan tentang status wilayah adat mereka, tapi menurut Kehutanan wilayah adat Sigapiton hanya 81 hektar yang terdiri dari pemukiman dan sawah. Sedangkan perladangan dan tombak merupakan kawasan Hutan Negara. Hal inilah yang membuat masyarakat Sigapiton cemas dan menyatakan penolakan terhadap status ini.
Upaya untuk memastikan status wilayah adatnya kemudian pada 24 Februari 2018, masyarakat mempertanyakan soal status kawasan hutan Negara kepada Kepala Desa Sigapiton. Karena menurut informasi yang mereka dengar bahwa Kepala Desa sudah menandatangani batas wilayah adat dengan kawasan hutan negara. Tindakan kepala desa memicu kemarahan Bius Raja Naopat. Namun oleh Kepala Desa beralasan bahwa dia hanya menandatangi kertas kosong. Tidak tahu bahwa tandatangan tersebut merupakan persetujuan penetapan batas Kawasan Hutan.
Penolakan atas penetapan status wilayah adatnya menjadi Hutan Negara dilakukan dengan berbagai tindakan antara lain masyarakat mengirimkan surat keberatan kepada kepada pihak Kehutanan, Bupati Toba Samosir dan Pimpinan DPRD terkait penetapan wilayah adat mereka sebagai kawasan hutan negara. Pada 16 Maret 2018 untuk menindaklanjuti keberatan masyarakat adat raja Naopat, pihak DPRD Tobasa khususnya Komisi A, telah melakukan kunjungan ke Sigapiton dan DPRD meminta masyarakat agar memperjelas tata batas dengan desa-desa tetangga atau wilayah adat sekitarnya. Dan pada 19 Maret 2018, bertempat di KSPPM, perwakilan marga Raja Naopat dan Hinela telah menyampaikan secara langsung keberatan dan permohonan pelepasan wilayah adat mereka dari Kawasan Hutan.
Masyarakat adat Bius Raja Naopat terdiri dari empat marga Raja yang diakui sejak dahulu, yakini Marga Manurung, Marga Sirait, Marga Butar - Butar dan Marga Nadapdap dan nenek moyang ke-empat marga tersebut bersal dari Desa Sibisa serta menamakan desa tempat tinggal mereka dengan nama Singapiton, nama tersebut mempunyai sejarah karena terjepit daintara dua bukit serta dalam memenuhi kebutuhan sehari - hari nenk moyang mereka bercocok tanam dan berburu.
Ke-empat Nenek moyang mereka menamkan dirinya sebagai : Raja Naopat†yang mempunyai keturunan dan mempunyai hela (menantu), Raja Bius Desa Singapiton mempunyai 8 generasi sampai saat ini serta ke-empat marga tersebut memiliki lokasi persawahan masing - masing yang disebut Golat, adapun nama - nama Golat tersebut adalah:
1.Golat Panjang milik Marga Nadapdap
2.Golat Butar milik Marga Butarbutar
3.Golat Sibuntuon milik Maega Manurung
4.Golat Sosor Baringin milik Marga Sirait
Lokasi Golat masing - masing marga ini telah dikuasai oleh keturunan masing - masing hingga saat ini, di desa Singapiton untuk sekarang pada umumnya mata pencarian masyrakat bercocok tanam padi sawah dan palawija.
BRWA
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |