DATA DETIL
Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya Dianiaya di Tanah Leluhur

 KALIMANTAN BARAT, KAB. BENGKAYANG

Nomor Kejadian :  10/08/2017
Waktu Kejadian :  10-08-2006
Konflik :  Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik :  Dalam Proses
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  Kehutanan Produksi
Luas  :  29.000,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  385 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Mentri Kehutanan
  • Bupati Bengkayang
  • Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang
  • Kapolres Bengkayang
  • Kepala Pertanahan Bengkayang
  • TNI
  • PT Ledo Lestari
  • PT Yamaker
  • PT Agung Multi Perkasa
  • PT Perhutani
  • Warga Dayak Iban Semunying Jaya

KONTEN

Kehadiran PT Ledo Lestari yang menerapkan sistem perkebunan
monokultur dengan teknologi pertanian berbasis racun (pupuk kimia
dan racun pembasmi hama) juga menyebabkan terjadinya pencemaran
sungai yang membunuh ikan serta berdampak pada makhluk lainnya,
merusak kawasan adat dan menciptakan konflik di antara sesama
masyarakat yang sebelumnya hidup harmoni satu sama lain. Ketika
melakukan penyerobotan lahan masyarakat, PT Ledo Lestari juga
memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang proses perizinan
perusahaan melalui tesis-tesis lama, seperti kawasan hutan negara,
tanah negara, sudah memiliki izin usaha dalam bentuk Hak Guna Usaha
(HGU) ,dan lain sebagainya, sementara sampai saat ini HGU untuk PT
Ledo Lestari di Semunying Jaya belum ada. Sayangnya, kehadiran
perusahaan dengan deretan kejahatan tersebut didukung oleh oknum
aparatur negara, Polri dan TNI. Pada kasus ini jelas bahwa pihak
perusahaan telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan
lingkungan. Pemerintah Pusat di Jakarta
menyerahkan pengelolaan perbatasan kepada TNI AD. Salah satunya
yang memiliki saham besar di sini adalah Letjen Purn. Sardan Marbun.
Awalnya TNI menyerahkan pengelolaan pengelolaan perkayuan kepada
PT Yamaker Kalimantan Barat Jaya. PT Yamaker dalam operasinya
ternyata tidak lagi sejalan dengan pemikiran awal dikelolanya kawasan
perbatasan, yaitu menyejahterakan masyarakat pedalaman perbatasan,
mengamankan wilayah perbatasan dari ancaman asing dan mencegah
penyelundupan antar negara.
Tahun 1998—2000, Perusahaan Perum Perhutani II memasuki Dusun
Pareh dan Semunying Bungkang karena ditunjuk pemerintah untuk
melakukan reboisasi bekas lahan HPH PT. Yamaker Kalimantan Barat
Jaya, namun praktik reboisasi tidak pernah direalisasikan, sebaliknya
justru mereka melakukan pembalakan terhadap hutan alam yang
tersisa. Kayu yang ditebang dijual ke Malaysia Timur (Sarawak).
Tahun 2002, perusahaan sawit PT Agung Multi Perkasa (AMP) memasuki
Dusun Kumba Desa Kumba. Setelah 2 tahun beroperasi, PT Agung Multi
Perkasa tidak pernah melakukan penanaman kelapa sawit sesuai
perizinannya, tetapi hanya mengambil kayu yang masih tersisa termasuk
merambah hutan di wilayah hutan adat milik masyarakat. Kayu hasil
tebangan mereka juga dijual ke Malaysia melalui jalan pintas Lintas
Batas Bengkayang–Kuching–Sarawak (Malaysia). Akhirnya, pada tahun
2004, pemerintah mencabut izin operasional PT AMP dengan alasan
tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan izin yang dikeluarkan.
Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Bengkayang mengarahkan
pemanfaatan lahan bekas PT AMP untuk pengembangan perkebunan
kelapa sawit atas nama PT Ledo Lestari. Jadi, PT Ledo Lestari telah
beroperasi selama 10 tahun (sejak 2004 sampai 2014). Sebagai anak
perusahaan Duta Palma Group, PT Ledo Lestari hanya mengandalkan
izin informasi lahan dari Bupati seluas 29.000 ha. Lahan tersebut
dirampas dari masyarakat Desa Semunying Jaya seluas 12.000 ha
sehingga menimbulkan konflik vertikal dan horizontal sebagai imbas
dari tindak perampasan lahan tersebut.


INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM 2015

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--