Perampasan Tanah Warga Desa Pagerwangi Punclut, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat oleh PT DAM Utama Sakti Prima
Perampasan Tanah Warga Desa Pagerwangi Punclut, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat oleh PT DAM Utama Sakti Prima
-
Pariwisata
2
2012
Ancaman Penyingkiran Akibat Industri Pariwisata Melalui Kebijakan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores
Pada umumnya, masyarakat di Desa Gorontalo merupakan masyarakat asli yang mengenal sistem pembagian lahan berdasarkan hukum adat. Lahan yang sekarang diduduki oleh 215 jiwa adalah lahan yang pada 1999 dibagikan oleh kepala adat (Tua Golo) kepada sejumlah masyarakat. Namun, masyarakat tidak mengetahui bahwa tanah yang mereka duduki dan garap pada saat itu merupaan kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi (HP). Masyarakat tahu bahwa untuk tinggal di atas kawasan hutan merupakan tindakan ilegal di mata hukum formal yang berlaku. Tapi, mereka tidak memiliki pilihan.
-
Pariwisata
3
2015
Konflik Penguasaan Tanah Antara Warga Yang Tergabung dalam PKPM Watukodok Dengan PT Suara Samudra Selatan Yang Mendapat Surat Kekancingan Dari Panitikismo Kraton Yogyakarta
Konflik warga yang tinggal dan memanfaatkan lahan di pantai Kapen/Watu Kodok Gunung Kidul Daerah Istimewea Yogyakarta yang diklaim sebagai lahan Sultan Ground (SG) dengan PT. Suara Samudra Selatan diawali dengan adanya surat pemberitahuan pada 1 Juli 2015 dari kuasa Hukum PT Suara Samudra Selatan pada masyarakat yang tinggal di Watu Kodok. Pada surat pemberitahuan tersebut dijelaskan bahwa, lahan Pantai Watu Kodok seluas 19.354 m2 telah disewakan Kawedanan Hageng Punokawan Wahono Sarto Kriyo Karaton Ngayogyakarta melalui surat perjanjian No. 020/HT/KPK/2013 kepada Enny Supiani selaku Direktur PT. Suara Samudra untuk dipergunakan sebagai resturan dan penginapan. Selain itu surat pemberitahun juga berisi tentang pemindahan bangunan milik warga.
-
Pariwisata
4
1988
Kasus Cimacan
Konflik warga Desa Cimacan, Cianjur, dengan PT Bandung Asri Mulia yang hendak membangun lapangan golf di atas lahan pertanian warga yang subur.
-
Pariwisata
5
2017
Krisis Agraris dan Ekosistem Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu dari beberapa dekade telah mengalami degradasi dan
kerusakan ekosistem yang tinggi. Kerusakan tersebut akibat perubahan alat tangkap
masyarakat nelayan, semakin menyempitnya wilayah darat-pemukiman bagi masyarakat,
limpahan limbah minyak kapal, limbah materi dari muara-muara sungai Teluk Jakarta,
produksi sampah yang tinggi, dan aktivitas wisata bahari. Kerusakan ekosistem berdampak
pada ketersediaan ikan tangkap bagi masyarakat nelayan. Kerusakan-kerusakan ekosistem
tersebut diperparah dengan adanya penguasaan pulau-pulau kecil oleh privat dan swasta.
Lebih dari 50% pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah dikuasai oleh privat dan swasta.
Krisis ekosistem dan agraria memberikan konsekuensi timpang pada alternatif
penghidupan masyarakat, yaitu wisata bahari. Atas dasar penguasaan pulau-pulau kecil
dan alat produksi yang lain, bisa dipastikan bahwa pihak yang akan mendapatkan manfaat
lebih besar dari sektor wisata bahari bukanlah masyarakat nelayan, tetapi pihak yang
menguasai alat produksi wisata dan khususnya privat/swasta yang menguasai pulau-pulau
kecil.