DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

1 2021 Perampasan Tanah Warga Desa Pagerwangi Punclut, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat oleh PT DAM Utama Sakti Prima Perampasan Tanah Warga Desa Pagerwangi Punclut, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat oleh PT DAM Utama Sakti Prima
-
Pariwisata
2 2012 Ancaman Penyingkiran Akibat Industri Pariwisata Melalui Kebijakan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores Pada umumnya, masyarakat di Desa Gorontalo merupakan masyarakat asli yang mengenal sistem pembagian lahan berdasarkan hukum adat. Lahan yang sekarang diduduki oleh 215 jiwa adalah lahan yang pada 1999 dibagikan oleh kepala adat (Tua Golo) kepada sejumlah masyarakat. Namun, masyarakat tidak mengetahui bahwa tanah yang mereka duduki dan garap pada saat itu merupaan kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi (HP). Masyarakat tahu bahwa untuk tinggal di atas kawasan hutan merupakan tindakan ilegal di mata hukum formal yang berlaku. Tapi, mereka tidak memiliki pilihan.
-
Pariwisata
3 2015 Konflik Penguasaan Tanah Antara Warga Yang Tergabung dalam PKPM Watukodok Dengan PT Suara Samudra Selatan Yang Mendapat Surat Kekancingan Dari Panitikismo Kraton Yogyakarta Konflik warga yang tinggal dan memanfaatkan lahan di pantai Kapen/Watu Kodok Gunung Kidul Daerah Istimewea Yogyakarta yang diklaim sebagai lahan Sultan Ground (SG) dengan PT. Suara Samudra Selatan diawali dengan adanya surat pemberitahuan pada 1 Juli 2015 dari kuasa Hukum PT Suara Samudra Selatan pada masyarakat yang tinggal di Watu Kodok. Pada surat pemberitahuan tersebut dijelaskan bahwa, lahan Pantai Watu Kodok seluas 19.354 m2 telah disewakan Kawedanan Hageng Punokawan Wahono Sarto Kriyo Karaton Ngayogyakarta melalui surat perjanjian No. 020/HT/KPK/2013 kepada Enny Supiani selaku Direktur PT. Suara Samudra untuk dipergunakan sebagai resturan dan penginapan. Selain itu surat pemberitahun juga berisi tentang pemindahan bangunan milik warga.
-
Pariwisata
4 1988 Kasus Cimacan Konflik warga Desa Cimacan, Cianjur, dengan PT Bandung Asri Mulia yang hendak membangun lapangan golf di atas lahan pertanian warga yang subur.
-
Pariwisata
5 2017 Krisis Agraris dan Ekosistem Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu dari beberapa dekade telah mengalami degradasi dan kerusakan ekosistem yang tinggi. Kerusakan tersebut akibat perubahan alat tangkap masyarakat nelayan, semakin menyempitnya wilayah darat-pemukiman bagi masyarakat, limpahan limbah minyak kapal, limbah materi dari muara-muara sungai Teluk Jakarta, produksi sampah yang tinggi, dan aktivitas wisata bahari. Kerusakan ekosistem berdampak pada ketersediaan ikan tangkap bagi masyarakat nelayan. Kerusakan-kerusakan ekosistem tersebut diperparah dengan adanya penguasaan pulau-pulau kecil oleh privat dan swasta. Lebih dari 50% pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah dikuasai oleh privat dan swasta. Krisis ekosistem dan agraria memberikan konsekuensi timpang pada alternatif penghidupan masyarakat, yaitu wisata bahari. Atas dasar penguasaan pulau-pulau kecil dan alat produksi yang lain, bisa dipastikan bahwa pihak yang akan mendapatkan manfaat lebih besar dari sektor wisata bahari bukanlah masyarakat nelayan, tetapi pihak yang menguasai alat produksi wisata dan khususnya privat/swasta yang menguasai pulau-pulau kecil.
-
Pariwisata
Displaying : 1 of 5 entries, Rows/page: