PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan
Konflik pemanfaatan lahan yang terjadi antara perusahaan pemilik HPHTI, di Kabupaten Pelalawan. Persoalan konflik antara masyarakat dengan perusahaan PT.Arara Abadi ini terjadi karena di dalam kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) oleh pemerintah yang menjadi landasan dikeluarkannya izin HPHTI khususnya HTI milik perusahaan PT. Arara Abadi tersebut
HTI
Hutan Produksi
2
2022
PT Arara Abadi dan Tanggung Jawab Atas Dugaan Pengrusakan Lahan Warga Pulau Muda
Konflik antara warga dengan PT.Arara Abadi terjadi karena pembuatan kanal menyebabkan warga tidak bisa mengelola lahan milik mereka seluas 27 ha
Hutan Produksi
Hutan Produksi
3
2015
PT Sumatera Silva Lestari (SSL) vs Masyarakat Desa Sei Kumango
Warga menuntut pengembalian lahan oleh PT.SSL yang diserahkan tanpa sepengetahuan warga
Hutan Produksi
Hutan Produksi
4
2020
sengketa tanah antara PT RAPP dengan petani sawit Desa Dayun
Pada tahun 1997 perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI), PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mengklaim lahan milik petani kelapa sawit desa Dayun kecamatan Dayun kabupaten Siak yang berjumlah sampai 2.000 (dua ribu) hektar masuk dalam areal konsesi perusahaan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993
HTI
Hutan Produksi
5
2011
Akasia milik PT. Arara Abadi Tidak dan Konflik Lahan dengan Masyarakat Dosan
Konflik yang terjadi antara masyarakat kampung Dosan dengan PT. Arara Abadidisebabkan areal perkebunan masyarakat masuk dalam konsesi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Arara Abadi. Lahan milik masyarakat dimusnahkan oleh perusahaan dengan cara mencabut hingga meracuni tanaman.
HTI
Hutan Produksi
6
2018
Warga Desa Bongo dan PT PG Gorontalo Berebut Lahan
Dugaan penyerobotan lahan milik warga seluas 50 hektar di Desa Bongo IV yang dilakukan oleh pihak PT. PG Gorontalo menjadi perhatian pemerintah daerah setempa
Konflik lahan terjadi antara pemilik lahan pisang milik masyarakat Puhu dengan investor yang ingin mengubah fungsi lahan menjadi resort wisata.
hutan
Hutan Produksi
8
2022
Konflik Agraria Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) dengan PT. SSL dan PT. SRL
Pihak perusahaan menuduh warga melakukan penyerobotan areal HTI mereka. Padahal sekitar 522 masyarakat telah menguasai tanah seluas 1.025 hektar sejak 2004
Hutan Produksi
Hutan Produksi
9
2021
konflik tenurial warga Dusun Kutorejo Desa Kalipait dengan perhutani Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi
Pada awalnya Dusun Kutorejo di bawah pemerintahan administratif Desa Kendalrejo, namun seiring bertambahnya penduduk, maka pada tahun 2001 pemerintahan Desa Kendalrejo di pecah menjadi 2 desa. Pecahan tersebut terdiri dari satu desa induk yaitu Desa Kendalrejo dan satu desa pecahan yaitu Desa Kalipait. Desa Kalipait terdiri dari 2 dusun, yaitu Dusun Purworejo dan Dusun Kutorejo. Setelah menjadi desa tersendiri, Bapak Misyadi selaku Pj. Kepala Desa pada waktu itu banyak melakukan pembenahan seperti pembangunan insfrastruktur, yang dilakukan secara bergotong royong melibatkan warga desa. Bapak Misyadi juga melakukan pendataan sistem pertanahannya, tanah-tanah milik warga dicatat dalam buku administrasi desa dan kemudian diajukan untuk bisa membayar pajak. Hal itu dilakukan supaya warga desa mendapatkan pengakuan dan hak yang sama, tak terkecuali untuk Dusun Kutorejo.
Sejak jamannya Pj. Kepala Desa Bapak Misyadi, warga diusahakan untuk mendapatkan haknya, seperti dengan membayar tumpi. Bukti penguat lainnya bahwa adanya pengakuan warga Kutorejo tinggal sejak jaman Belanda dapat dilihat dalam sebuah surat keterangan Tanda Pendaftaran yang dikeluarkan oleh Daerah Kehutanan Banyuwangi Selatan dengan ditandatangani oleh Bupati Kdh Kabupaten Banywangi Selatan, an Pjs. Kepala Sub Direktorat Agraria, Soekiman B. A. Tanda Penda Pendaftaran ini memuat keterangan nama dalam surat tersebut sudah menduduki sejak tahun 1935
Hutan Produksi
Hutan Produksi
10
2021
Konflik Agraria antara Warga Desa Ngrandu dengan Perhutani KPH Kediri
Warga Desa Ngrandu mengalami konflik tanah dengan Perhutani KPH Kediri yang meng-klaim adanya beberapa dusun adalah merupakan kawasan hutan semenjak tahun 2004 . Bagi masyarakat, keabsahan tanah di Desa Ngrandu seluas 67,5 ha merupakan tanah hak, setidaknya merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Trenggalek Nomor : 10/Pdt.GG/2005/PN.TL tanggal 31 Oktober 2005 yang memutuskan bahwa 17 orang warga Ngrandu merupakan pemilik tanah dengan mendasarkan bukti-bukti hak berupa nomor persil tanah, Leter C dan tercantum dalam Peta Desa Ngrandu.
Permasalahan konflik tanah secara resmi mulai berkembang semenjak bulan Mei 2011 dimana pengajuan sertifikat tanah kepada Kantor BPN Trenggalek melalui Sertifikat Massal Swadaya (SMS) sebanyak 127 bidang tidak dapat diproses lebih lanjut karena adanya klaim telah memasuki kawasan hutan dari Perhutani KPH Kediri hingga sekarang ini. Padahal, warga selaku pemohon sertifikat tanah telah menyerahkan persyaratan permohonan sertifikat, melakukan pembayaran pendaftaran dan melunasi biaya pengukuran atas masing-masing bidang tanah saat dilakukan pengukuran tanah di lokasi oleh petugas BPN Trenggalek. Beragam upaya telah dilakukan warga desa bersama Pemerintahan Desa Ngrandu baik audiensi, hearing maupun unjuk rasa kepada BPN Trenggalek, Bupati Trenggalek, DPRD Trenggalek, Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, maupun Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Ironisnya, dihentikannya proses pengajuan sertifikat melalui SMS oleh BPN Trenggalek ini juga mendasarkan kepada “Rekomendasi Hasil Rapat KPK†pada bulan April 2017.