DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

1 2019 Aksi pemalangan akses jalan tambang menuju Ake Jira Praktik penamabangan nikel oleh PT Indonesia Weda bay Industrial Park (IWIP) dan PT Tekindo yang dilakukan di atas hutan yang masih menjadi wilayah untuk masyarakat adat orang tobelo dalam
Nikel
Pertambangan
2 2019 PT. KSO Capitol Casagro Merampas Lahan Petani Galela Akar persoalan sengketa tanah petani Galela dan perusahaan PT Capitol Casagro sekarang tidak terlepas dari sengketa tanah petani dengan perusahaan sebelumnya. pada tahun 1980 an petani Galela memiliki hak proyek kebun kelapa rakyat yang disepakati oleh pemerintah daerah, Dinas pertanian, dan bank BRI Tobelo. Tahun 1991 tanaman sudah panen dan saat itu juga masuk perusahaan PT Global Agronosa Indonesia dengan tujuan membebaskan tanah petani setempat dengan alasan akan dijadikan perkebunan pisang. Awalnya petani tidak mau menyerahkan tanahnya ke perusahaan. Namun akibat keterlibatan pihak keamanan TNI-Polri yang mempropagandakan bahwa petani Galela Anti Pancasila dan anti negara sehingga petani secara terpaksa menyerahkan tanahnya ke perusahaan.
Eks-Perkebunan
Perkebunan
3 2019 Konflik Warga Wasile Selatan dengan Perkebunan Sawit PT Dede Gandasuling di Halmahera Timur Sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Alinasi Masyarakat Wasile berunjuk rasa ke Kantor Kecamatan Wasile Selatan, Halmahera Timur pada 18 November 2019. Bersama warga, mereka mendesak pemerintah kecamatan untuk menolak kehadiran perkebunan sawit PT Dede Gandasuling (PT. DGS) yang berencana beroperasi di kebun kelapa, pala, dan cengkeh milik warga. Aksi unjuk rasa tersebut merupakan respon terhadap sosialiasi yang dilakukan PT DGS pada 16-17 Oktober 2019 kepada lima desa terdampak, yaitu: Waijoi, Jikomoi, Loleba, Tanure, dan Yawal.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
4 2015 Kriminalisasi Bokum dan Nuhu, Masyarakat Togutil Kasus ini bermula saat 22 perusahaan tambang dan 2 perusahaan sawit masuk ke wilayah adat. pada tahun 2013 dan 2014, 4 orang warga Waci ditemukan tewas, 2 orang dari suku Togutil kemudian dituduh sebagai pelaku yaitu Bokum dan Nuhu.
Nikel
Pertambangan
5 2013 Suku Sawai Terusik Tambang Nikel PT. Weda Bay Nickel Setidaknya lima komunitas masyarakat pesisir yang terpaksa kehilangan mata pencaharian mereka akibat hilangnya tanah mereka, tiga diantaranya berada langsung di wilayah konsesi: Lelilef Woebulen, Lelilef Sawai dan Gemaf. Masing-masing desa tersebut dihuni sekitar 300 kepala keluarga. Mereka tinggal tidak jauh dari pantai, dan bertani di hutan di sekitar rumah mereka. Jika pertambangan berjalan, maka desa-desa inilah yang akan terkena dampak lingkungan pertamakalinya akibat limbah pertambangan. Kendati PT Weda Bay Nickel tidak memaksa mereka pindah, namun komunitas ini terkena dampak langsung operasi tambang di wilayah mereka. Masyarakat terpaksa melepaskan lahan mereka akibat tekanan yang begitu kuat dari pihak perusahaan dan pemerintah setempat. Berdasar prinsip Free, Prior, Informed, Consent sejumlah pelanggaran ditemukan dalam penguasaan lahan masyarakat ini.
Nikel
Pertambangan
6 2013 PT. Nusa Halmahera Minerals di Wilayah Masyarakat Adat Pagu, Maluku Utara Pencemaran yang terjadi di wilayah sekitar PT NHM yang berdampak pada masyarakat Pagu. Diduga bocornya pipa limbah ke sungai dan berakhir di muara teluk kao. Akibatnya warga tidak bisa mendapatkan air bersih dan takut untuk menggunakan air di sungai yang tercemar. Warga juga menjadi susah untuk mendapatkan ikan, kerang, dan udang dan takut untuk mengkonsumsinya karena air lautnya sudah tercemar mercuri dan sianida. Bahkan sudah ada warga yang terkena penyakit aneh akibat menggunakan air sungai dan mengkonsumsi ikan dari teluk kao, penyakit tersebut adalah munculnya benjolan-benjolan hampir diseluruh badan. Karena susahnya mendapat air bersih warga membawa air dari desa untuk menyiram kebun.
Kesehatan
Emas
Pertambangan
7 2017 Masyarakat Adat Tobelo Dalam Vs Taman Nasional Aketajawe Lolobata Sepuluh (10) tahun belakangan, warga Tobelo Dalam Dodaga mulai disingkirkan dari hutan adat mereka. Aktifitas mereka di hutan terus diawasi oleh pihak dari Kehutanan. Kehadiran Polhut ini dirasa sebagai intimidasi agar masyarakat tidak boleh beraktifitas di dalam kawasan hutan yang telah di tetapkan pemerintah sebagai hutan negara. Kasus seperti di dusun Titipa, jarak kurang lebih dari 300 meter dari perkampungan mereka, pemerintah melarang masyarakat beraktifitas di kawasan hutan tersebut. Padahal kehidupan sehari-hari mereka selalu di hutan, mulai dari berburu, memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu, dan membuka lahan untuk kegiatan pertanian. Ada upaya sistematis dari negara untuk memutuskan akses masyarakat adat dengan hak mereka.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
8 2014 Masyarakat Adat Tobelo Dalam Kampung Dodaga berada di Kabupaten Halmahera Timur, Kecamatan Wasile Timur. Menurut warga Dodaga, arti dari nama kampung “Dodaga” adalah “tongkat”. Tongkat bisa menjadi lambang dari suatu keputusan bersama. Dalam hal ini, Dodaga pada waktu dulunya merupakan tempat persinggahan untuk beristirahat bagi kelompok-kelompok yang menyebar dan melakukan perjalanan di dalam hutan, selain itu juga sebagai tempat berkumpul untuk bermusyawarah. Tempat ini akan sepi kembali, ketika musyawarah sudah selesai.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
Displaying : 1 of 8 entries, Rows/page: