Konflik Petani Pesisir Selatan Kulon Progo dengan PT JMI (Tambang Pasir)
Kementrian ESDM pada 4 November 2008, melalui siaran pressnya dengan nomer : 64/HUMAS DESDM/2008 menyatakan, telah dilakukan penandatanganan Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Jogja Magasa Iron (PT JMI) untuk mengusahakan bahan galian pasir besi di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mengembangkan “Integrated Iron Making Industryâ€. Kontrak karya ini merupakan kontrak karya generasi VII+ yang merupakan kontrak karya pertama sejak penandatanganan kontrak karya generasi ke VII, pada tahun 1998 dan juga merupakan yang pertama ada di Pulau Jawa dan kontrak karya pertama yang akan mengusahakan bahan galian pasir besi. Naskah Kontrak Karya tersebut telah mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal dan telah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sedangkan komposisi kepemilikan saham PT Jogja Magasa Iron adalah PT Jogja Magasa Mining (Indonesia) sebesar 30% dan Indo Mines Limited (Australia) sebesar 70%. dan pada tahun kepemilikan PT Jogja Magasa Iron (JMI) telah beralih tangan  menjadi milik Rajawali Grup. setelah Rajawali Group membeli sebanyak 250 juta saham baru Indo Mines seharga Aus $ 50 juta ,dengan  pembelian saham yang dilakukanya maka PT Rajawali menguasai 57, 12% Indo Mine Ltd. sedangkan cadangan besi yang terdapat dalam pasir besi sebesar 33,6 juta ton Fe dengan produksi sekitar 1 juta ton per tahun. Cadangan besi diperoleh dari konsentrat pasir besi. Proyek ini akan menambang bahan galian pasir besi (iron sand) dengan sistem tambang terbuka untuk diolah melalui proses konsentrasi dan smelting untuk memproduksi pig iron (besi kasar) dengan kandungan Fe>94%. Hingga saat ini PT JMI hanya mampu memabnagun Pilot Project (Proyek Percontohan) di desa Trisik dan Glagah, yang kondisinya dalam keadaan terlantar.
Pasir Besi
Pertambangan
2
2015
Konflik Penguasaan Tanah Antara Warga Yang Tergabung dalam PKPM Watukodok Dengan PT Suara Samudra Selatan Yang Mendapat Surat Kekancingan Dari Panitikismo Kraton Yogyakarta
Konflik warga yang tinggal dan memanfaatkan lahan di pantai Kapen/Watu Kodok Gunung Kidul Daerah Istimewea Yogyakarta yang diklaim sebagai lahan Sultan Ground (SG) dengan PT. Suara Samudra Selatan diawali dengan adanya surat pemberitahuan pada 1 Juli 2015 dari kuasa Hukum PT Suara Samudra Selatan pada masyarakat yang tinggal di Watu Kodok. Pada surat pemberitahuan tersebut dijelaskan bahwa, lahan Pantai Watu Kodok seluas 19.354 m2 telah disewakan Kawedanan Hageng Punokawan Wahono Sarto Kriyo Karaton Ngayogyakarta melalui surat perjanjian No. 020/HT/KPK/2013 kepada Enny Supiani selaku Direktur PT. Suara Samudra untuk dipergunakan sebagai resturan dan penginapan. Selain itu surat pemberitahun juga berisi tentang pemindahan bangunan milik warga.
-
Pariwisata
3
2011
Perampasan Tanah di Kecamatan Temon Untuk Pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo
Proyek pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) dengan luas 637 Ha di kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta akan menggusur 11.501 Jiwa dengan 2.875 KK. Proyek NYIA juga akan menggusur pemukiman, lahan pertanian, sekolah, tempat ibadah, hingga situs sejarah yang ada di desa Glagah, Palihan, Sindutan, Kebonrejo, dan desa Jangkaran. Proyek Pembangunan NYIA ini merupakan bagian dari Mega Proyek pemerintah daerah Kulon Progo serta salah satu program MP3EI selain penambangan pasir besi oleh PT JMI di pesisir pantai Kulon Progo. dan Proyek NYIA ini merupakan salah satu proyek yang penerapan pembebasan lahanya menggunakan Undang - Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, dan UU tersebut juga merupakan produk hukum yang dikeluarkan atas inisiasi program MP3EI. Selain itu Pembangunan NYIA di Temon Kulon Progo merupakan proyek strategis Nasional sebagaimana dituangkan di Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.